Oleh : *Ahmad Khozinudin*
Sastrawan Politik
https://heylink.me/AK_Channel/
Hingga hari Selasa (22/11/2022), Badan Nasional Penanggulangan Bencana merilis jumlah korban meninggal dunia akibat gempa di Cianjur, Jawa Barat, berjumlah 268 orang. Gempa yang memporakporandakan sejumlah rumah, gedung, sarana prasarana dan fasilitas umum ini sejatinya adalah peringatan dari Allah SWT.
Dalam Al Qur'an Surat al A'rof ayat 96, Allah SWT berfirman:
_"Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan."_
Semestinya, musibah gempa ini menjadi bahan muhasabah (instropeksi). Apa maksiat dan dosa yang telah dilakukan manusia, membuat resolusi taubat agar menjadi pribadi yang beriman dan bertaqwa, sehingga Allah SWT turunkan barokah dari langit dan bumi.
Hal itu pulalah, yang dahulu dilakukan oleh Khalifah ʿUmar ibn al-Khaṭṭāb RA ketika terjadi gempa di era Kekhilafahan yang dipimpinnya. Saat terjadi gempa, ʿUmar ibn al-Khaṭṭāb RA tidak bicara soal jumlah korban jiwa, harta dan benda. Apalagi membahas pertemuan lempeng ini dan itu.
Ketika terjadi musibah gempa pada era kepemimpinan Khalifah ʿUmar ibn al-Khaṭṭāb RA, ia berkata kepada penduduk Madinah:
_"Wahai Manusia, apa ini? Alangkah cepatnya apa yang kalian kerjakan (dari maksiat kepada Allah)? Andai kata gempa ini kembali terjadi, aku tak akan bersama kalian lagi!”_
Pada zaman Nabi Muhammad SAW juga sama. Suatu ketika di Madinah terjadi gempa bumi. Rasulullah Muhammad SAW lalu meletakkan kedua tangannya di atas bumi dan berkata,
Lalu, Nabi SAW menoleh ke arah para sahabat dan berkata:
_"Sesungguhnya Rabb kalian menegur kalian … maka jawablah (buatlah Allah ridha kepada kalian)!”_
Coba kita tengok pemimpin di era now dalam sistem demokrasi. Adakah mereka meneladani Nabi SAW seperti yang dilakukan oleh Khalifah ʿUmar ibn al-Khaṭṭāb RA?
Adakah yang bertanya tentang maksiat manusia ? adakah yang menyeru pada ketaatan kepada Allah SWT? Adakah, yang bermuhasabah, mengoreksi diri agar bertaubat dari maksiat dan bersegera menuju ketaatan kepada Allah SWT?
Alih-alih bermuhasabah, anggoga DPR RI malah menjadikan musibah gempa sebagai lelucon. Saat RDP dengan BMKG dan Basarnas, Wakil Ketua Komisi V Robert Rouw malah ketawa terkekeh saat diingatkan untuk berlindung karena terjadi gempa.
Penulis kira, saat ini kita membutuhkan pemimpin sekaliber Khalifah ʿUmar ibn al-Khaṭṭāb RA. Yang memiliki pandangan mata batin yang tajam, yang mampu membaca fenomena alam karena adanya maksiat kepada Allah SWT.
Tentu saja, pemimpin sekelas Khalifah ʿUmar ibn al-Khaṭṭāb tidak akan muncul dari sistem demokrasi, dari Pemilu coblos-coblosan yang menurut La Nyalla Mataliti palsu. Pemimpin seperti Khalifah ʿUmar ibn al-Khaṭṭāb RA hanya hadir dan mampu diwujudkan melalui sistem Khilafah.
Yuk berjuang untuk menegakkan Khilafah agar Umat memiliki pemimpin seperti Khalifah ʿUmar ibn al-Khaṭṭāb RA. Segera, tinggalkan Demokrasi yang hanya melahirkan pemimpin-pemimpin palsu. [].