Semoga kabarmu baik-baik saja. Kemarin seorang dokter cerita bahwa ada beberapa orang yang periksa ke kliniknya, mereka menceritakan lelahnya fisik dan mental. Mungkin karena berita-berita negeri ini sedang tak baik-baik saja. Ibarat sebuah kisah, ini adalah bab yang gelap. Semua orang berjuang tetap menjaga akal sehatnya menghadapi dunia.
Beberapa waktu lalu, seorang ulama muda bernama Syaikh Ahmad Yusuf As Sayyid mengangkat sebuah tadabbur tentang Masjid Al Aqsha. Beliau mengajak murid-muridnya untuk mentadabburi 1 ayat dan 1 hadits. Masing-masing punya hubungan dengan Baitul Maqdis. Ayatnya, adalah Al Isra ayat 1, "Mahasuci (Allah), yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidilharam ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya..."
Adapun 1 haditsnya, adalah sabda Rasulullah ﷺ pada Auf bin Malik sepulang dari ghazwah Tabuk. Nabi menyatakan bahwa ada 6 tanda sebelum kiamat, dan beliau memulainya dengan, "...wafatku; kemudian pembebasan Baitul Maqdis" (HR Al Bukhari). Nah, dari 1 ayat dan 1 hadits itu, selain berbicara tentang Baitul Maqdis, ada kesamaan yang sangat tepat untuk kita tadabburi di zaman ini. Ia, sama-sama menunjukkan bahwa Al Aqsha selalu "disebut" setelah keadaan gelap dan tak baik-baik saja. Ia, seperti lentera yang memberi arah bagi musafir.
Seperti surat Al Isra. Ayat itu turun saat Nabi Muhammad sedang dalam duka yang mendalam. Wafatnya Khadijah, Abu thalib, pemboikotan dan pengkhianatan Thaif, membuat Nabi tersayat luka. Dan, di saat-saat itulah Allah menyebut Al Aqsha; memperjalankan hamba-Nya dari Masjidil Haram ke Baitul Maqdis. Allah, menjadikan Al Aqsha sebagai arah baru bagi Rasulullah ﷺ. Syaikh Yusuf Qardhawi mengatakan bahwa Isra adalah "pemuliaan dari Allah untuk Rasul, serta sebagai persiapan baginya untuk fase selanjutnya.”
Adapun hadits Rasul ﷺ pada Auf bin Malik, coba kau perhatikan, kawan. Rasulullah ﷺ menyebut satu hal yang sangat menyedihkan, lalu satu hal yang amat membahagiakan. Hal menyedihkan itu adalah wafatnya Nabi, sementara yang membahagiakan adalah pembebasan Masjid Al Aqsha. Syaikh Yusuf As Sayyid mengatakan, "Rasulullah ﷺ seakan mengabarkan pada sahabatnya, bahwa wafatnya beliau bukanlah akhir. Justru setelah itu, akan terjadi kemenangan besar yang ditandai dengan pembebasan Al Aqsha."
Dari 1 ayat dan 1 hadits itu, seperti merangkum sebuah tadabbur bahwa Masjid Al Aqsha hadir sebagai kompas bagi umat ini melalui kubangan lumpur ketidakpastian. Seperti Isra yang tak hanya menghibur Rasulullah ﷺ, tapi menjadi visi baru dari peradaban yang akan beliau bangun. Seperti para sahabat Nabi, yang ketika Rasul ﷺ wafat, mereka tak berhenti. Pembebasan Al Aqsha jadi nubuwat di depan mata, yang untuk menuju ke sana membuat mereka gagah berani menghadapi Romawi Persia.
Maka teman-teman, inilah Al Aqsha memanggilmu lagi. Ia tersebut lagi di kisah zaman kita. Di tengah zaman ketidakpastian saat dunia kehilangan kompas dan bencana terjadi dimana-mana; bangunlah kita dan jadikan visi kemerdekaan Al Aqsha bagai lentera. Lentera yang membuat kita tetap punya harapan bahwa kita ditakdirkan untuk sesuatu yang besar.
Lentera yang membuat kita bangun dari musibah ini dan melihatnya sebagai cara Allah membelai kita untuk menjadikan pundak lebih kuat. Saraf lebih kokoh, hati makin kukuh, pikiran makin bergemuruh dengan mimpi-mimpi besar. Muncullah kemudian sebuah akhlaq bernama Uluwwul Himmah. Tekad yang tinggi, yang para ulama mendefinisikannya, "memiliki tekad yang tinggi, tidak puas dengan pencapaian biasa-biasa saja, dan selalu mengusahakan tingkatan kemuliaan yang tertinggi dalam ilmu, amal, akhlak, dan tujuan hidup."
Beberapa waktu lalu, seorang ulama muda bernama Syaikh Ahmad Yusuf As Sayyid mengangkat sebuah tadabbur tentang Masjid Al Aqsha. Beliau mengajak murid-muridnya untuk mentadabburi 1 ayat dan 1 hadits. Masing-masing punya hubungan dengan Baitul Maqdis. Ayatnya, adalah Al Isra ayat 1, "Mahasuci (Allah), yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidilharam ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya..."
Adapun 1 haditsnya, adalah sabda Rasulullah ﷺ pada Auf bin Malik sepulang dari ghazwah Tabuk. Nabi menyatakan bahwa ada 6 tanda sebelum kiamat, dan beliau memulainya dengan, "...wafatku; kemudian pembebasan Baitul Maqdis" (HR Al Bukhari). Nah, dari 1 ayat dan 1 hadits itu, selain berbicara tentang Baitul Maqdis, ada kesamaan yang sangat tepat untuk kita tadabburi di zaman ini. Ia, sama-sama menunjukkan bahwa Al Aqsha selalu "disebut" setelah keadaan gelap dan tak baik-baik saja. Ia, seperti lentera yang memberi arah bagi musafir.
Seperti surat Al Isra. Ayat itu turun saat Nabi Muhammad sedang dalam duka yang mendalam. Wafatnya Khadijah, Abu thalib, pemboikotan dan pengkhianatan Thaif, membuat Nabi tersayat luka. Dan, di saat-saat itulah Allah menyebut Al Aqsha; memperjalankan hamba-Nya dari Masjidil Haram ke Baitul Maqdis. Allah, menjadikan Al Aqsha sebagai arah baru bagi Rasulullah ﷺ. Syaikh Yusuf Qardhawi mengatakan bahwa Isra adalah "pemuliaan dari Allah untuk Rasul, serta sebagai persiapan baginya untuk fase selanjutnya.”
Adapun hadits Rasul ﷺ pada Auf bin Malik, coba kau perhatikan, kawan. Rasulullah ﷺ menyebut satu hal yang sangat menyedihkan, lalu satu hal yang amat membahagiakan. Hal menyedihkan itu adalah wafatnya Nabi, sementara yang membahagiakan adalah pembebasan Masjid Al Aqsha. Syaikh Yusuf As Sayyid mengatakan, "Rasulullah ﷺ seakan mengabarkan pada sahabatnya, bahwa wafatnya beliau bukanlah akhir. Justru setelah itu, akan terjadi kemenangan besar yang ditandai dengan pembebasan Al Aqsha."
Dari 1 ayat dan 1 hadits itu, seperti merangkum sebuah tadabbur bahwa Masjid Al Aqsha hadir sebagai kompas bagi umat ini melalui kubangan lumpur ketidakpastian. Seperti Isra yang tak hanya menghibur Rasulullah ﷺ, tapi menjadi visi baru dari peradaban yang akan beliau bangun. Seperti para sahabat Nabi, yang ketika Rasul ﷺ wafat, mereka tak berhenti. Pembebasan Al Aqsha jadi nubuwat di depan mata, yang untuk menuju ke sana membuat mereka gagah berani menghadapi Romawi Persia.
Maka teman-teman, inilah Al Aqsha memanggilmu lagi. Ia tersebut lagi di kisah zaman kita. Di tengah zaman ketidakpastian saat dunia kehilangan kompas dan bencana terjadi dimana-mana; bangunlah kita dan jadikan visi kemerdekaan Al Aqsha bagai lentera. Lentera yang membuat kita tetap punya harapan bahwa kita ditakdirkan untuk sesuatu yang besar.
Lentera yang membuat kita bangun dari musibah ini dan melihatnya sebagai cara Allah membelai kita untuk menjadikan pundak lebih kuat. Saraf lebih kokoh, hati makin kukuh, pikiran makin bergemuruh dengan mimpi-mimpi besar. Muncullah kemudian sebuah akhlaq bernama Uluwwul Himmah. Tekad yang tinggi, yang para ulama mendefinisikannya, "memiliki tekad yang tinggi, tidak puas dengan pencapaian biasa-biasa saja, dan selalu mengusahakan tingkatan kemuliaan yang tertinggi dalam ilmu, amal, akhlak, dan tujuan hidup."