*SI BODOH, SI GILA, SI JAHAT, DAN SI SERAKAH*
Dua hari lalu, tepatnya tanggal 7 Nopember pukul 14.38, saya memposting di wall FB pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
• Bagaimana orang bisa terus mendukung pemimpin yang anggota keluarganya dan orang-orang dekatnya banyak terduga korup, tidak menguasai masalah, pembohong, membenci Islam?
• Bagaimana dia masih saja menjadi rujukan banyak orang, padahal terbukti tidak konsisten dan tidak akurat?
• Apa yang ada di pikiran para pendukungnya ketika harga-harga melambung tinggi, hutang melambung tinggi, nilai mata uang dlm negeri anjlok, dan penegakkan hukum morat-marit?
*Pertanyaan-pertanyaan ini mewakili, kebingungan atau kegalauan yang sering menghantui kita ketika melihat betapa masih saja ada orang yang mendukung kekuasaan yang zalim, yang secara tidak adil menyengsarakan banyak orang demi keuntungan segelintir kelompoknya saja.*
*Di dalam spektrum politik, kita semua terkadang sulit memahami bagaimana orang dapat terus berdiri di belakang politisi yang kita anggap berbahaya walaupun wajahnya lugu ndeso, tidak punya kemampuan, planga-plongo, dan dengan tidak bermoral berbohong seenaknya.*
*Terlihat para pendukungnya, nyaman-nyaman saja, tidak ada keraguan, kebingungan atau disorientasi dalam menyikapi perilaku ataupun pernyataan-pernyataan pemimpinnya yang tidak jelas, tidak konsisten dan informasinya tidak akurat.*
Faktanya, mereka bahkan sangat gembira dan semangat dalam menghadapi kemarahan dan kekesalan orang banyak akibat kondisi pengelolaan negara yang carut marut, ekonomi yang terus merosot, harga-harga semakin melambung tak terjangkau.
Kadang mereka marah sebentar melihat fakta tak terhindarkan, misalnya hukum dipermainkan ‘saenake dewek’ dan para aparat penegak hukum bertindak jauh lebih jahat daripada mereka yang dianggap penjahat. Tapi sebentar kemudian mereka asyik dengan hal remeh lainnya.
Tapi kita tidak boleh membiarkan kemarahan kita pada tindakan individu mencegah kita dari mempertimbangkan kekuatan yang mendorong perilaku mereka. Kita harus memperbesar fokus kita di luar kepribadian dan motif individu yang terlibat.
Para pembela struktur kekuasaan yang zalim tapi kokoh, termasuk yang mendukung islamphobia, pembenci ummat Islam dan ulama, sangat mengharapkan bahwa arah pemahaman kita tentang tindakan korupsi atau amoral (perzinahan, homoseksual, penyalahgunaan hukum) sebagai tindakan individu atau oknum semata dan jauh dari faktor sistemik.
Bukan budaya penyalahgunaan hukum oleh kepolisian yang harus disalahkan tapi oknum yang bernama si x, si y, atau si z, misalnya, bagaimanapun hal-hal tersebut terus dilakuan.
*Di Indonesia contohnya, bagaimanapun telah terungkapnya perilaku aparat penegak hukum merekayasa TKP, membuat skenario kejadian palsu, menambah bukti palsu, cctv rusak, dan kesaksian palsu, para pendukung kekuasaan akan bilang bahwa yang harus disalahkan adalah Ferdy Sambo, Hendra Kurniawan, dan banyak nama-nama polisi lainnya yang terlibat di kasus pembunuhan Brigadir J., tetapi sama-sekali bukan sistem kepolisian yang salah.*
Bahkan mereka bisa tetap yakin orang-orang yang begitu amoral itu adalah polisi bersih dan jujur di kasus lain. Kasus KM 50 misalnya.
*Untuk memahami dari mana perilaku para pendukung kekuasaan zalim ini yang sulit kita pahami ini, maka kita harus memahami terlebih dahulu, ke-empat kaki penopang kezaliman ini, yakni: Si Bodoh, Si Gila, Si Jahat, dan Si Serakah*
*Si Bodoh*
Orang-orang awam yang tidak mampu memahami apa yang sebenarnya terjadi. Para pendukung kekuasaan zalim hanya menelan mentah-mentah apapun informasi dan opini yang disuapi oleh media-media pendukung kekuasaan zalim.
Media-media pelacur, para influencer jahat, petinggi-petinggi polisi yang amoral, terus-menerus memberi makan keawaman mereka.
Di era internet ini, semua orang bebas bicara apa saja sekalipun dia tidak mengerti apa-apa. Terkait masalah poitik, saya sering menyebut orang-orang ini sebagai “mendadak politik.” Kategori inilah yang jumlahnya terbesar dari pendukung kekuasaan zalim.
*Si Gila*
Orang-orang kehilangan kontak dengan kenyataan. Perilaku orang-orang pendukung para pemimpin zalim menunjukkan tanda-tanda histeria massa dan paranoia. Mereka yang berunjuk rasa menentang, dan memperkusi para pembicara baik, bahkan mereka sampai membawa senjata di gedung-gedung public, bahkan bandar udara (dan tentu saja dibiarkan oleh aparat yang amoral dan sama gilanya), untuk mengusir orang-orang yang dianggap mengganggu pemimpin mereka yang juga memiliki gangguan kejiwaan.
Orang-orang gila ini hidup dalam bayangan ilusinya tentang kebenaran absolut kelompoknya. Misalnya LGBT itu kehendak tuhan sehingga harus diterima dan diakui sebagai budaya baru, sementara busana muslimah itu budaya Arab yang harus ditolak. Para orang gila ini hanya melihat pendapat-pendapat kelompoknya saja yang benar (group-think).
*Si Jahat*
Si Jahat adalah para pejabat oportunis, para pengusaha ambisius, intelektual pelacur, dan para politisi karbitan.
Orang-orang ini tidak memiliki kompas moral atau hati nurani untuk bertindak secara etis. Para pendukung pemimpin jahat adalah orang-orang korup, oportunis dan pembenci Islam. Mereka tidak peduli tentang apa yang ‘benar’ atau ‘salah’, hanya apa yang menguntungkan bagi mereka. Mereka hanya peduli tentang kelompoknya dan tidak ada orang lain. Bahkan sering kali hanya diri mereka sendiri yang mereka peduli. Uang, perempuan, jabatan dan karir. Hanya itu yang penting bagi mereka.
Mereka bisa membuat kebohongan bersama-sama. Membuat kejahatan dan menuduhkannya kepada orang-orang baik. Mereka melecehkan orang, masyarakat, bahkan agama, dengan seenaknya dan tak bisa tersentuh hukum. Mereka terus menyuapi si bodoh dan si gila, dengan kenyataan-kenyataan palsu atau sesat. Para penjahat ini hanya tunduk kepada para oligarki.
*Si Serakah*
*_Para oligarki. Segelintir orang yang sangat kaya yang tidak bisa menahan keserakahannya atas kekayaan. Mereka, para trilyuner, yang melemahkan demokrasi sebuah negara dengan menuangkan sebagian besar uang mereka ke dalam politik._*
*Mereka mendukung para politisi karbitan agar bisa terpilih, lalu mengikat mereka melalui suapan-suapan kekayaan dan pada akhirnya akan membuat bagian-bagian yang rasional dan bersemangat idealism para politisi tersebut tunduk kepada keinginan orang-orang super kaya tersebut, dan ujung-ujungnya adalah menambah kekayaan para oligarki.*
*Para oligarki mengendalikan hukum. Mereka menguasai banyak perusahaan media, karena itu mereka menguasai informasi.* *Kadang si Serakah ini mampu membeli idealisme para penggiat demokrasi yang sudah lelah. Yang pasti si Serakah inilah yang mengendalikan si Bodoh, si Gila, dan si Jahat.*
*Para oligarki inilah musuh sesungguhnya para pejuang dan saksi demokrasi sejati.*
*Kalau para saksi demokrasi serakah akan kebebasan, kesetaraan, kebenaran dan keadilan sosial, maka para oligarki serakah akan kekayaan. Inilah kezaliman yang sesungguh yang harus kita lawan untuk bisa menegakkan kebenaran dan keadilan sosial.*
*Kesimpulannya*
_Setelah mampu mengidentifikasi para pendukung kekuasaan zalim ini, maka selanjutnya kita harus mampu menerapkan strategi dan pendekatan yang berbeda untuk masing-masing kategori._
_Sementara kita memerangi factor-faktor sistemik (si Jahat dan si Serakah), kita juga bisa melakukan pendekatan kepada si Bodoh dengan sabar memberikan edukasi kepada mereka. Lalu untuk si Gila? Lupakan sajalah._ (*)
Oleh: Sandi Suryadinata
Jakarta 10 Nov 2022, di Sekretariat Kolaborasi Indonesia (SKI) Jakarta Utara.